Menjadikan “LAUT SEBAGAI HALAMAN DEPAN NKRI”.
Pengantar.
Mengapa Negara sebesar NKRI bisa lumpuh dan diambang kehancuran ? Pelbagai analisa berkembang dan hingga kini belum terpecahkan solusinya. Hal diatas terjadi karena selama 65 tahun NKRI dijadikan sebagai halaman belakang Konspirasi Global. Sumbangan pemikiran di HUT Kemerdekaan NKRI ke 65 dibawah ini kiranya bisa menjadi pendekatan dan solusi untuk mencegah kehancuran bangsa Indonesia
LAUT NKRI dijadikan Halaman Belakang Konspirasi Global.
Halaman belakang, biasa dipakai untuk membuang sampah, atau menimbun barang barang bekas yang tidak dipakai dan karena luasnya lautan “ halaman belakang ” NKRI 5,8 juta km2, panjang garis pantai 81.900 km, dan SDA melimpah ruah seolah olah tak bertuan, maka 10 negara asing Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, PNG memanfaatkan kondisi ini bagi kepentingan ekonomi negerinya atau sebagai lahan politiking perpanjangan tangan-broker dari Negara adikuasa lainnya yang menghendaki balkanisasi Indonesia terutama karena SDM muslim terbesar didunia, secara halus dan bermartabat dengan teori soft power.
Dari sepuluh negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia, 9 negara lainnya belum terdeteksi secara ektreem mengganggu kedaulatan Indonesia dan Malaysia hingga saat ini paling agresif melancarkan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai asymmetric warfare yaitu dengan cara mengeksploitasi kondisi domestik Indonesia dan bertujuan untuk menjadi pemegang inisiatif dalam berbagai kepentingannya dengan Indonesia seperti pencurian SDA, perlintasan illegal bagi traficking, illegal loging, penyelundupan senjata, transaksi illegal BBM dilaut, pembuangan sampah B3, pencurian budaya darat, Warisan Budaya Bawah Air ( WBBA ) dari kapal tenggelam, penanganan permasalahan TKI, penyelesaian sengketa perbatasan darat, blok Ambalat, dstnya.
Hal diatas sejalan dengan definisi Steven Metz and Douglas Johnson (ahli persoalan militer dan keamanan nasional Amerika Serikat), bahwa asymmetric warfare adalah suatu tindakan, pengorganisasian dan pemikiran yang “berbeda dari lawan untuk memaksimalkan keuntungan sendiri, mengeksploitasi kelemahan lawan, menjadi pemegang inisiatif dan mendapatkan peluang yang lebih besar untuk bereaksi”, dapat berupa strategi politik, strategi militer, operasional (sosial, budaya, ekonomi dsb), atau kombinasi dari 3 hal tersebut, dalam jangka pendek atau jangka panjang, bersifat tertutup ataupun proaktif, maupun bersifat psikologis atau dimensi phisik dalam pendekatannya.
Dan bangsa Indonesia baru menyadari bahwa “halaman belakang” nya ternyata sangat berharga setelah beralihnya kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI ke Malaysia pada tanggal 18 Desember 2002 melalui putusan pengadilan Mahkamah Internasional dan saat itu pula kedaulatan bangsa telah diinjak dan dipermalukan Malaysia. Tidak berhenti disitu , lagi lagi integritas bangsa diinjak injak di perairan Ambalat, Kalimantan Timur tahun 2007 sebanyak 76 kali, tahun 2008 ada 23 kali pelanggaran, untuk tahun ini sudah 11 kali pelanggaran, walaupun sudah dilakukan 23 kali perundingan dan Juli mendatang akan dilangsungkan perundingan ke-24. lalu apa kata dunia ?
Kebutuhan ekonomi sebagian masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang menghasilkan Remitensi dari pahlawan devisa sebanyak Rp 60 triliun (US$ 6,615 miliar) TKI diseluruh dunia, tertinggi disumbangkan oleh 1,2 juta TKI di Malaysia yang sebagian besar bekerja di sektor informal, bukan berarti Negara Host boleh seenaknya menindak 293 TKI di Malaysia yang terancam hukuman mati, 52 TKI lainnya yang terancam hukuman kurungan 6-20 tahun dengan rincian kasus 302 orang terkait dengan kasus narkoba, 39 orang dituduh melakukan pembunuhan termasuk membunuh majikan, 2 orang kasus perkosaan, dan 1 orang ditahan karena kepemilikan senjata api illegal.
Kesewenangan Malaysia atas TKI lebih nyata dimana disinyalir antara 100 TKI meninggal tiap tahun dengan penyebabnya macam-macam seperti kecelakaan kerja, kecelakaan lalulintas, sakit dan lain sebagainya, dan tiap bulan rata-rata 1.000 TKI mengadu ke KBRI tentang masalah yang menimpa mereka seperti surat penting yang hilang, gaji yang terlambat, tindak kekerasan, dsb nya. Seharusnya pemerintah lebih tanggap atas kondisi warga negaranya yang jadi TKI dan dengan sikap pemerintah yang seolah mengabaikan warga negaranya, maka Malaysia tentu saja akan lebih semaunya memperlakukan bangsa Indonesia.
Malaysia merampok kebudayaan Nusantara ketika Klaim lagu Burung Kakak Tua, Rasa Sayange, Indang Sungai Garinggiang dan tarian Reog Ponorogo sebagai tarian budaya Malaysia, lebih mempertegas bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat melindungi karya anak bangsa. Ditambah lagi bahwa sebanyak 60 naskah Melayu kuno antara lain, sejumlah syair, hikayat, catatan harian, Al Quran kuno yang semuanya bertuliskan tangan pada abad 19 lalu, berasal dari Provinsi Riau dan Kepulauan Riau sudah berpindah tangan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ke Malaysia.
Pencurian naskah kuno ini menggambarkan bahwa Malaysia mempunyai grand strategi kedepan yang bertujuan untuk memutarbalikkan fakta bahwa Malaysia mengklaim kebudayaan Melayu berasal dari Malaysia dengan demikian Indonesia diletakkan secara kebudayaan sebagai menjadi rumpun Negara Malaysia.
Langkah strategik asymmetric warfare lainnya dibidang pendidikan dimana di sinyalir 3000 mahasiswa Malaysia yang menimba ilmu kedokteran di berbagai universitas negeri seperti di FK UGM, FK Universitas Hasanuddin (Makassar), FK Universitas Indonesia, FK Universitas Udayana (Denpasar), FK Universitas Sebelas Maret (Surakarta), FK Universitas Diponegoro (Semarang), dan FK Universitas Airlangga (Surabaya), setelah lulus diagendakan pemerintah Malaysia untuk bertugas sebagai pertugas kesehatan diperbatasan, dan tentunya dengan fasilitas yang jauh lebih baik dari Puskesmas NKRI. Hal ini sebagai salah satu strategi asymmetric warfare mengambil hati WNI diperbatasan.
Dan bila hal diatas dikaitkan dengan pernyataan pada tanggal 27 Februari 2009, Ketua Staf 1 Divisyen Infanteri Malaysia, Kolonel Zulkifli Hasyim, mengatakan bahwa patok batas negara antara Indonesia dengan Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat sepanjang 1.004 kilometer dan sejumlah ratusan patok sama sekali tidak ada yang jaga dan banyak yang sudah bergeser puluhan kilo meter ataupun hilang, dirusak, maka strategi merebut hati WNI melalui bidang kesehatan diperbatasan akan lebih efektif untuk menghancurkan kedaulatan NKRI.
Sama halnya seperti ketika tanggal 11 Februari 2008 KSAD Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo dalam rapat dengan Komisi I DPR RI Jakarta, mengatakan bahwa Malaysia telah merekrut pemuda Indonesia menjadi Askar Wataniah yang bertugas membela perbatasan Malaysia dengan Indonesia sampai tahun 2012, akan direkrut ± 40 ribu orang Askar Wataniah, ini sebagai wujud dari serangan asymmetric, bertujuan merebut hati WNI diperbatasan sekaligus untuk menyiapkan melawan bangsanya sendiri.
Bukti lain bahwa NKRI telah menjadi “halaman belakang” negara asing dan tidak pernah termonitor oleh NKRI, bahwa di Selat Malaka yang panjangnya 900 km mulai dari perbatasan Laut Andaman hingga Selat Philips dengan lebar tersempit 1,9 km dan terluas sekitar 100 km yang dilalui 60.000 kapal tanker yang memuat 80 % minyak dunia pertahunnya, sangat rawan keamanan, infiltrasi asing, penyelundupan senjata, pencurian SDA dan pembuangan limbah B3. Hal yang sama juga sangat mungkin terjadi di 4 jalur Alur Laut kepulauan Indonesia (ALKI).
Semua ini tidak akan terjadi bila paradigma “halaman belakang “ dirubah bahwa batas laut NKRI adalah “halaman depan” NKRI, dengan kata lain bahwa pintu masuk halaman depan yang berbatasan dengan 10 negara harus diperkuat dengan penjagaan batas wilayah yang memadai oleh TNI AL, aparat intelijen yang professional dan dilengkapi dengan peralatan canggih.
Dengan perkuatan alutsista TNI AL, percepatan pengadaan korvet, kapal selam juga 800 radar laut dan didukung aparat intelijen yang handal sebagai “CCTV” halaman laut NKRI, akan meningkatkan kemandirian bahari dan kemaritiman dikalangan masyarakat Indonesia, maka dengan sendirinya kedaulatan NKRI akan terjaga, sehingga harga diri dan rasa kebanggaan bangsa sebagai Negara bahari yang kuat, akan membuat 10 negara tetangga yang kategorinya hanya Negara kecil jera untuk berbuat seenaknya kepada NKRI.
Dengan demikian TKI yang berada dimanapun juga akan dihormati secara professional dan kepada jutaaan TKI itulah bangsa berharap sebagai duta bangsa, tidak hanya sebagai pekerja profesional, namun sekaligus sebagai symbol utuh sosok NKRI. Dari situlah maka Negara didunia akan menghormati bangsa Indonesia secara utuh, tidak hanya karena kwantitasnya sebagai Negara yang berpenduduk muslim terbesar didunia, juga bukan karena Negara yang sumber SDA terkaya didunia, tetapi karena SDM berkwalitas, murah senyum karena berkepribadian luhur yang menjunjung tinggi perbedaan dan HAM sebagai insan yang menjabarkan Pancasila kedunia internasional.
Menurut Dewan Kelautan Indonesia Prakiraan nilai ekonomi potensi dan kekayaan laut Indonesia yang telah dihitung para pakar dan lembaga terkait dalam setahun mencapai 149,94 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.994 triliun. Potensi ekonomi kekayaan laut tersebut meliputi perikanan senilai 31,94 miliar dollar AS, wilayah pesisir lestari 56 miliar dollar AS, bioteknologi laut total 40 miliar dollar AS, wisata bahari 2 miliar dollar AS, minyak bumi sebesar 6,64 miliar dollar AS dan transportasi laut sebesar 20 miliar dollar AS.
Laut Indonesia tanpa radar laut memadai dan satelit mata-mata sebagai “CCTV” telah mengakibatkan pencurian kekayaan laut dari illegal fishing 40 triliun pertahun, pencurian BBM dilautan 50 triliun dan jalur laut yang digunakan illegal loging 30 triliun pertahun, diperkiraan Negara merugi 120 triliun pertahun. Pencurian harta karun dari Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam – BMKT oleh sindikat internasional Michael Hatcher yang berhasil mengangkat Kapal Vec De Geldermalsen di perairan Bintan Timur tahun 1986 dan mengangkat kapal Tek Sing di Perairan Bangka pada tahun 1999 secara illegal dan Hasil yang didapat Hatcher dari kedua kapal karam itu triliunan rupiah. Sementara masih ada 435 titik kapal tenggelam lainnya di “halaman belakang” yang bernilai sangat strategis.
Insiden ditangkapnya 3 petugas DKP tanggal 18 Agustus 2010 oleh Tentara laut Malaysia kemudian terjadi model diplomasi barter atau tukar guling, dimana 3 aparat hukum kita ditukargulingkan dengan 7 pencuri ikan asal Malaysia, menandakan betapa lemahnya diplomasi Indonesia. Seharusnya 7 pencuri ikan asal Malaysia tidak boleh dilepas tanpa proses hukum sesuai UU No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan karena mereka-mereka melakukan pencurian ikan bisa dipidanakan. Untuk pemilik kapal saja bisa dipidanakan 6 tahun maksimum dan denda paling banyak Rp 20 miliar. Yang aneh lagi bahwa 3 petugas KKP dilepas tanpa proses hukum yang jelas, apakah dilepas dengan status bersalah atau salah tangkap dan sekali lagi harga diri bangsa dilecehkan dengan tidak ada permintaan maaf dari Pemerintah Malaysia sebagai konsekuensi penangkapan petugas KKP di perairan Indonesia.
Kini bangsa harus bertanya, karena mudahnya peristiwa tukar guling tadi, serta 3 petugas bebas tak bersyarat, maka jangan jangan 3 pertugas tadi hanya sebagai pion sebuah sindikat besar bahkan internasional dan benar-benar melakukan pelanggaran batas laut yang terindikasi memanfaatkan kekayaan laut secara illegal atau memang Indonesia – Malaysia tidak punya batas laut yang tegas, atau memang paradigma bahwa Indonesia sebagai Halaman belakang yang diciptakan sebagai strategi Konspirasi Global ?
Sebuah pembiaran yang sangat massif dan sistematis untuk menghancurkan kekayaan SDA setelah 65 tahun merdeka yang tentu tidak bisa dilakukan oleh segelintir kekuatan, dan hanya bisa dilakukan oleh sebuah kekuatan konspirasi yang sangat besar, Konspirasi Global dengan begundal dan pengkhianat bangsa. Akankah bangsa ini tetap bodoh untuk tetap membiarkan kedaulatan bangsa diinjak injak dan pencurian asset bangsa yang nilainya jutaan triliun berlangsung terus ?
Selagi paradigma pertahanan tidak berubah dan menggunakan paradigma asymmetric yang mengikutsertakan kekuatan seluruh rakyat semesta, maka tidak akan pernah rakyat Indonesia menjadi tuan dinegara sendiri, karena kita hanya hamba sahaya yang berada dihalaman belakang. Menjadikan laut NKRI sebagai halaman depan berarti seluruh rakyat harus siap menjadikan NKRI sebagai Negara berkekuatan bahari, baik dari sosial, budaya, ekonomi dan pertahanannya.
Masih ada 9 negara tetangga lainnya yang hingga kini belum terdeteksi secara utuh apakah mereka juga menjadi broker Negara adi kuasa yang ingin menguasai Indonesia. Hanya dua penyebab mengapa Indonesia diminati untuk di balkanisasikan oleh Negara Adi kuasa, yakni karena SDM muslim terbesar dan SDA terkaya didunia.
KPAB-Konsorsium Penyelamat Aset Bangsa mengajak seluruh komponen bangsa untuk berjuang menyelamatkan Kedaulatan dan Aset Bangsa, dengan merubah paradigma bukan untuk dieksploitasi sebagai halaman belakang, tetapi menjadikan laut sebagai halaman depan NKRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar