Kamis, 18 Desember 2014

SDA DIRAMPOK OKNUM DAERAH

Alam dalam ”Cengkeraman” Penguasa Daerah
0 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER

KORUPSI di sektor sumber daya alam sangat mengkhawatirkan, baik di sektor kehutanan maupun pertambangan. Atas nama otonomi daerah, alih fungsi hutan dan izin tambang pun diobral.

Alih fungsi lahan, dari hutan menjadi perkebunan, tak terkendali. Salah satunya akibat desakan ekonomi seperti perluasan kebun kelapa sawit. Baru-baru ini, misalnya, terungkap alih fungsi 40 hektar lahan di Cagar Alam Maninjau Utara Selatan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menjadi perkebunan kelapa sawit oleh sembilan pegawai negeri sipil di Pemerintah Kabupaten Agam. Kasus ini belum masuk ke ranah hukum.

Sebelumnya, Gubernur Kepulauan Riau (nonaktif) Annas Maamun tertangkap tangan operasi Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan kasus penyalahgunaan wewenang dalam alih lahan di Kepulauan Riau. Annas diduga menerima suap Rp 2 miliar dari pengusaha kelapa sawit Gulat ME Manurung, juga tersangka.

Baru-baru ini, Indonesia Corruption Watch melaporkan tujuh kasus dugaan korupsi di sektor sumber daya alam ke KPK. Salah satunya, kata Lais Abid dari Divisi Investigasi dan Publikasi ICW, soal izin perkebunan kelapa sawit di kawasan ekosistem Leuser, Aceh.

Sejak otonomi daerah, izin alih fungsi hutan menjadi lahan empuk para kepala daerah dan juga aparat pemerintah daerah setempat untuk mengeruk keuntungan. Ini juga terjadi di sektor pertambangan. Dari 10.918 izin usaha pertambangan (IUP), sekitar 44,66 persen atau 4.877 IUP bermasalah (non clear and clean).

Ketika ada IUP, tetapi—misalnya—tidak memiliki nomor pokok wajib pajak dan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan tambang, atau izinnya tumpang tindih, dapat dipastikan ada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proses memperoleh IUP tersebut.

Praktik KKN itu melibatkan pihak yang berwenang soal perizinan, termasuk bupati dan wali kota, serta pejabat kementerian terkait. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) mengatur wewenang penerbitan IUP ada di bupati dan wali kota. Wewenang gubernur hanya jika wilayah pertambangan melintasi batas wilayah kabupaten/kota.

Dan memang, dari 10.918 IUP itu, sekitar 8.000 IUP dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan catatan Koalisi Anti Mafia Tambang yang beranggotakan sejumlah organisasi, salah satunya ICW, penerbitan IUP baru melonjak lima tahun terakhir, juga IUP bermasalah. Peneliti ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan, pada 1999 baru ada sekitar 900 IUP dan pada 2009 terdapat sekitar 2.500 IUP.

Korupsi di sektor pertambangan tak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan kegagalan negara dalam mengelola sumber daya alam untuk menyejahterakan rakyat. Bahkan, rakyat dirugikan karena lingkungannya rusak.

Meski ada indikasi KKN, penindakan hukum tidak selalu mudah dilakukan. Karena itu, KPK berupaya melakukan pencegahan melalui program kerja sama koordinasi dan supervisi bidang minerba di 12 provinsi serta melibatkan 162 pemerintah kabupaten/kota. Hasilnya, hingga Oktober lalu 400 IUP bermasalah dicabut. Pendapatan dari royalti usaha pertambangan pun meningkat Rp 5 triliun.

Melalui UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kabupaten/kota tak lagi berwenang menerbitkan IUP, tetapi provinsi. Akankah UU ini efektif mencegah ”penguasaan” di bidang sumber daya alam oleh kepala daerah?

”Belum tentu, bisa jadi hanya menggeser locus penyimpangannya,” kata Firdaus. Sumber daya alam akan tetap berada di cengkeraman penguasa daerah sepanjang fungsi pengawasan dan penegakan hukum tak berjalan dengan baik. (IKA)

Rabu, 17 Desember 2014

urgensi stabilisasi rupiah

RABU, 17 DESEMBER 2014

Lisai

TAJUK RENCANA
Urgensi Stabilisasi Rupiah
0 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER

SEPERTI dicemaskan, tekanan terhadap rupiah masih terus berlanjut pekan ini dengan kurs sempat menyentuh level Rp 13.000/dollar AS, Selasa (16/12).
Rupiah di posisi terendah 16 tahun terakhir atau sejak krisis 1997, terdepresiasi 4,7 persen dibanding awal 2014. Level ini di atas tingkat ekuilibrium menurut BI, yakni Rp 11.500/dollar AS dan asumsi APBN Rp 11.900/dollar AS.

Meski pelemahan mata uang kali ini fenomena global dan diyakini sifatnya temporer dengan posisi rupiah lebih baik dibandingkan kebanyakan mata uang Asia lain, pergerakan rupiah beberapa hari terakhir mulai menunjukkan sinyal berbahaya. Mengingat dampak destruktif pelemahan rupiah ke perekonomian domestik jika tak dikendalikan, langkah stabilisasi mendesak dalam jangka pendek, meski konsekuensinya agak mengerem pertumbuhan ekonomi.

Intervensi dan kehadiran aktif BI di pasar valas dan pasar surat berharga negara diperlukan untuk meyakinkan bahwa BI tetap akan mengawal rupiah dan tak membiarkan rupiah terus meluncur ke titik kritis baru.

Namun, itu saja tidak cukup. Perlu langkah lebih tegas lain untuk membalikkan tren pelemahan dan sentimen negatif dalam negeri guna menahan terus melemahnya rupiah. Termasuk lewat pengendalian impor dan manajemen yang lebih baik dalam suplai dan permintaan valas (termasuk untuk kebutuhan membayar utang) dan insentif bagi repatriasi devisa ekspor yang diparkir di luar negeri.

Dampak langsung melemahnya rupiah adalah membengkaknya beban uang luar negeri karena besarnya porsi utang dollar AS. Tingginya ketergantungan pada bahan baku impor juga membuat sejumlah industri terpukul. Pelemahan rupiah juga meningkatkan risiko kebangkrutan korporasi, sebagaimana tecermin dari hasil stress test BI.

Kepada konsumen, melemahnya rupiah mengakibatkan meningkatnya harga barang dan tekanan inflasi, yang selanjutnya akan menekan daya beli. Ini akan kian menekan konsumsi dalam negeri yang melemah setelah kenaikan harga BBM, dan pada akhirnya mengancam pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Selain faktor global terkait membaiknya ekonomi AS yang membawa pula sentimen positif terhadap dollar AS serta rencana kenaikan suku bunga AS dalam waktu dekat, dari sisi internal tingginya permintaan akan dollar AS untuk membayar utang (khususnya utang luar negeri swasta yang jatuh tempo di akhir tahun) dan fundamental ekonomi juga berperan dalam pelemahan rupiah. Defisit transaksi berjalan masih besar. Prospek pertumbuhan ekonomi melemah sejalan melemahnya ekspor dan konsumsi domestik. Tekanan inflasi masih tinggi. Indeks kepercayaan konsumen melemah. Investor wait and see.

Jangka panjang prospek Indonesia masih sangat cerah. Konsensus global, kita masih pilihan terbaik berinvestasi. Pertumbuhan berpotensi digenjot ke 7 persen jika proyek infrastruktur bisa dikebut. Imbal hasil saham dan spread suku bunga SUN masih sangat atraktif. Langkah mengu- rangi subsidi harus dilanjutkan dengan perbaikan fundamental ekonomi lainnya. Koordinasi fiskal-moneter-riil juga harus diperkuat. Stimulus fiskal perlu dioptimalkan.

KOMENTAR
Belum ada komentar
KIRIM KOMENTAR ANDA

© 2013, PT. Kompas Media Nusantara.


Satelit TNI sbg prioritas Alutdista TNI

Alutsista untuk Kewibawaan Negara
0 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER



JAKARTA, KOMPAS — Kelengkapan alat utama sistem persenjataan TNI adalah salah satu cermin kewibawaan negara. Presiden Joko Widodo berjanji menambah anggaran untuk memperkuat alutsista TNI.
”Kita ingin negara punya wibawa, dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang kita punya mengarah ke sana. Kita lihat TNI memiliki alutsista yang sudah modern dan ada juga yang ketinggalan (zaman),” kata Presiden Joko Widodo saat mengunjungi pameran alutsista TNI AD di Silang Monas, Jakarta, Rabu (17/12).

TNI AD memamerkan ratusan peralatan tempur infanteri, kavaleri, perhubungan, nuklir dan biologi, serta perlengkapan Komando Pasukan Khusus dan Penerbang TNI AD. Masyarakat bebas berfoto, menyentuh, dan mencoba menumpang alat-alat tempur, seperti tank dan panser, berkeliling lokasi pameran.

Presiden Jokowi didampingi Kepala Staf TNI AD Jenderal Gatot Nurmantyo juga sempat mencoba beberapa alutsista. Pameran yang berlangsung sejak Jumat (12/12)-Rabu (17/12) untuk memperingati Hari Juang Kartika atau Hari Kelahiran Ke-69 TNI AD tersebut digelar di Monas tahun 2012 dan 2014, serta di Kodam Brawijaya, Surabaya, Jawa Timur, tahun 2013.

Beberapa senjata baru dipamerkan, antara lain tank Leopard, roket multilaras Avibrass, dan helikopter MI 35 dan MI 17.

Presiden Jokowi menyambut baik pameran alutsista karena kegiatan itu menimbulkan rasa bangga di kalangan masyarakat. Kebanggaan tersebut diharapkan menyuburkan semangat bela negara di kalangan masyarakat.

Ditemui seusai Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan, Menhan Ryamizard Ryacudu mengatakan, anggaran pertahanan akan meningkat 2-3 kali lipat. Rencana strategis Kemenhan terus berjalan dengan penambahan bidang maritim.

TNI dialokasikan anggaran Rp 96 triliun pada tahun 2015. Gatot mengatakan, 68 persen alokasi anggaran TNI AD habis untuk biaya rutin seperti gaji.

Gatot menambahkan, TNI AD tetap memprioritaskan industri dalam negeri untuk pengadaan alutsista yang diwujudkan dengan membeli panser Anoa produksi PT Pindad tahun 2015.

”Kami mau membeli yang amfibi,” kata Gatot. (EDN)

Selasa, 16 Desember 2014

bongkar koruptor penanganan perbatasan

Perbatasan Lemah
Dana Rp 16,04 Triliun Gagal Terserap
0 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER

TARAKAN, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengungkapkan, penanganan daerah-daerah perbatasan selama ini masih jauh dari optimal. Akibatnya, tidak hanya perekonomian di wilayah-wilayah itu yang tidak bergerak, tetapi juga tingkat kesejahteraan penduduknya masih kurang.
Fenomena itu ironis karena alokasi dana untuk kawasan perbatasan Indonesia secara menyeluruh sangat besar, yakni mencapai Rp 16,04 triliun. Selain itu, koordinasi penanganannya dilakukan 27 kementerian.

”Ini yang menurut kita kelemahan (penanganan). Meskipun dananya Rp 16,04 triliun untuk menangani kawasan perbatasan negara 2014, alokasinya tersebar di 27 kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian,” ujar Presiden kepada pers sebelum kembali ke Jakarta dari kunjungan kerjanya di Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa (16/12).

Menurut Presiden, dengan keterlibatan 27 kementerian dan lembaga lain, yang tanpa koordinasi serta perencanaan baik, dana Rp 16,04 triliun itu bukan hanya tidak jelas pemakaiannya, melainkan terdengar hasil-hasilnya pun tidak.

”Oleh sebab itu, kita akan sederhanakan tanggung jawab kementerian dan koordinasi serta alokasi anggarannya. Dari 27 kementerian, kita akan bahas menjadi tiga atau empat kementerian saja yang fokus bertanggung jawab menanganinya,” ujarnya.

Menurut Jokowi, dengan koordinasi baru dalam 3-4 kementerian saja, upaya menggerakkan ekonomi kawasan perbatasan dan kesejahteraan penduduknya akan berjalan beriringan dan saling menopang. ”Tidak berjalan sendiri-sendiri tanpa arah dan komitmen,” ujarnya.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menambahkan, selama ini kawasan perbatasan ditangani satu lembaga, yaitu Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) yang dipimpin Menteri Dalam Negeri dengan mengoordinasi 27 kementerian. ”Namun, tampaknya tidak jalan. Inilah yang akan dibahas pada Rabu (17/12) dalam sidang kabinet terkait koordinasi baru yang lebih efisien dan efektif,” ujarnya saat turun dari pesawat.

Memprihatinkan
Di sela-sela peninjauan Pos Perbatasan TNI Angkatan Laut Sei Pancang atau Patok 1 Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, Kepala BNPP yang juga Mendagri Tjahjo Kumolo membenarkan, BNPP dengan koordinasi 27 kementerian dan lembaga tidak berjalan efektif.

”Dananya yang sangat besar itu tersebar bukan hanya di kementerian dan lembaga, tetapi juga 13 provinsi dan 39 kabupaten,” ujarnya.

Tjahjo menambahkan, dari evaluasi Kemendagri ditemukan fakta, dana pemerintah yang terserap untuk pembangunan di kawasan-kawasan perbatasan tergolong sedikit. Dari dana yang diterima 24 kabupaten/kota senilai Rp 8,4 triliun, ternyata yang teralokasi di kecamatan-kecamatan dengan lokasi prioritas hanya 17,01 persen atau senilai Rp 1,44 triliun untuk infrastruktur dan layanan publik lainnya.

”Kalau melihat kondisi daerah-daerah perbatasan sekarang ini, kita tentu prihatin. Ke mana saja dan apa hasilnya dana yang sangat besar itu?” ujar Tjahjo.

Menurut dia, BNPP mendukung keputusan Presiden Jokowi untuk menyederhanakan koordinasi dan mengefektifkan dan mengefisienkan BNPP beserta dananya menjadi 3-4 kementerian.

”Gagasannya, nantinya hanya Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga Kemendagri, yang fokus menangani perbatasan,” ujarnya.

Terkait kondisi pos-pos perbatasan negara yang tua dan reyot, seperti di Pulau Sebatik, Tjahjo mengatakan, mulai tahun 2015 Presiden sudah memerintahkan perubahan ”wajah” pos-pos perbatasan di seluruh Indonesia, dari Pulau Rondo di Aceh hingga pos-pos di Papua. Terkait dengan hal itu, pos-pos yang ada akan diperbarui, termasuk kesejahteraan petugas-petugasnya.

”Namun, Presiden juga mengingatkan, bersamaan dengan itu, kesejahteraan dan ekonomi penduduk harus beriringan ditingkatkan,” katanya.

Sabtu, 13 Desember 2014

tahajud

Selamat malam...diatas sajadah dgn nafas yg lega...bersujud..maka nikmat Allah yg mana lagi yg kau dustakan ?

Jumat, 05 Desember 2014

Asymmetric Lawan di Tubuh TNI

Asymmetric War Fare - AWF lawan di tubuh TNI

1. Suatu tindakan, pengorganisasian, dan pemikiran yang “berbeda dari lawan untuk memaksimalkan keuntungan pihak sendiri, mengeksploitasi kelemahan lawan, menjadi pemegang inisiatif dan mendapatkan peluang yang lebih besar untuk bereaksi”, dapat berupa strategi politik, strategi militer, operasional, atau kombinasi dari hal tersebut, bisa dalam rentang waktu jangka pendek atau jangka panjang, dapat dijabarkan atau memang sudah seperti adanya, bersifat tertutup ataupun proaktif dalam pendekatannya, bisa bersifat psikologis atau dimensi fisik.
(Steven Metz dan Douglas Johnson)

2. Kekuatan menghancurkan sebuah bangsa diera super modern ini terletak pada kecanggihan tehnologi dengan menguasai satelit guna memonopoli FREKUENSI sebagai alat propaganda elegan mencuci otak pikiran, dan hati para pemimpin dan pejuang bangsa hingga ketatanan rakyat bawah untuk melemahkan patriotisme bangsa dan penyadapan Kepala Negara dan beberapa orang penting, penguasaan media TV, internet, telekomunikasi oleh kelompok tertentu salah satu caranya.

3. Asymmetric War Fare – AWF lawan memanfaatkan situasi apa yang ada ditubuh TNI selama 65 tahun, mengolah serta menjadikan “senjata” yang elegan untuk melemahkan TNI sekaligus melemahkan kedaulatan bangsa secara systematis

4. Perbandingan SDM dan alutsista TNI AD – TNI AL serta TNI AU yang tidak proporsional selama 65 tahun ini, dimanfaatkan oleh Konspirasi Global untuk melemahkan negara dan bangsa secara telak. Dominasi SDM dan Alutsista TNI AD dipelihara agar TNI tidak mampu melindungi wilayah laut, yang seharusnya menjadi domain TNI AL sebagai garda terdepan Indonesia dinegara maritime yang memiliki panjang pantai ke 4 didunia.

5. Kondisi kekuatan yang tak berimbang ini tanpa disadari telah dinikmati oleh para pimpinan TNI AD pada khususnya untuk mengembangkan kekuatan pertahanan dengan cara yang salah, karena tidak tepat sasaran, walhasil menghasilkan pemimpin yang berorientasi kepada kekuasaan, bukan tugas yang berujung menjadi tentara jauh dari hati rakyatnya, tidak sesuai dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit,

6. Disisi lain para Pemimpin TNI AL dan TNI AU selama 65 tahun mengalami kondisi disorientasi tugas dan secara terpaksa dan berat hati menerima garis nasibnya yang sebetulnya juga sangat membahayakan kondisi pertahanan bangsa, karena lemahnya pertahanan territorial laut serta udara memudahkan intelijen negara asing menyusup kedalam kehidupan masyarakat seraya merampok SDA rakyat tanpa terdeteksi oleh TNI.

7. Kondisi psikologis dalam tubuh TNI yang tidak harmonis akibat didominasi aroma “kakak tertua”, dimanfaatkan lawan secara asymmetric untuk menjatuhkan kewibawaan TNI dimata masyarakat yang berujung tercipta suasana disharmoni antara rakyat yang oleh Panglima Besar Sudirman sebagai air dan TNI diibaratkan ikan . Konflik fisik antara anggota termasuk dengan Polri dan rakyat mulai dari skala ringan hingga berat diciptakan secara berkala berujung merusak citra TNI dimata rakyat dan dunia internasional. Rakyat semakin cerdas mengharap kejayaan bangsa dan negara, agar kekuatan SDM dan alutsista TNI ditata secara proporsional dan profesional .

8. Menarik pelajaran dari berdirinya Polri diluar ABRI yang hingga kini masih ditandai dengan pertikaian TNI versus Polri karena ego sektoral, maka pimpinan TNI perlu mempersiapkan situasi mental prajurit TNI atas perubahan jumlah kekuatan dan peran TNI AL sebagai garda terdepan bangsa melindungi territorial laut, agar tidak terjadi konflik interest.

9. Diera informasi, sementara TNI AL dan TNI AU mempersiapkan mental dan profesionalisme militernya, maka TNI AD sebagai pengawal territorial darat disamping perkuat daya tempur militernya, perlu segera mempersiapkan cyber troops termasuk dengan mengoptimalisasi keberadaan PNS TNI AD sebagai bapul dalam rangka masuk dalam kerangka asymmetric warfare .

10. Penggalangan terhadap tokoh masyarakat sipil yang telah berlangsung selama perang kemerdekaan hingga kini perlu ditingkatkan dalam rangka melanjutkan serta membangkitkan peran sejarah para pahlawan mempertahankan serta mengisi kemerdekaan NKRI.

11. Strategi lawan menggunakan Asymmetric warfare melemahkan TNI secara moral, dengan cara menguasai frekuensi TV, Radio, internet dll untuk mem brainwash masyarakat dengan stigmatisasi TNI pelanggar HAM harus segera dihentikan dengan cara mempersiapkan cyber troops yang diperkuat mengoptimalisasi PNS sebagai bapul terpercaya.

12. TNI perlu segera menguasai tehnologi satelit sebagai “CCTV” alutsista mutakhir , mempersiapkan prajurit professional, handal sebagai cyber troops serta memiliki keimanan yang tinggi dalam memenangkan asymmetric warfare menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat.