Jumat, 23 November 2018

MEMBONGKAR PARA PENGKHIANAT BANGSA (1) Tulisan wartawati senior Linda Jalil

Ini kisah dari Linda Jalil, wartawati senior.

*HOAX DAN FITNAH SEPUTAR PRABOWO*

Tentu ini gara-gara cerita seram “ham hem hom”. Pembunuh, kejam, penculik dan sebagainya.
Lalu saya merenung. Mengapa saya, yang sempat menikmati profesi jurnalis begitu mudah terpengaruh oleh berita yang belum tentu kebenarannya?
Saya pelan-pelan melacak,menelusuri, membaca banyak dokumen, termasuk pula saya menyelidiki sumber-sumber atau orang seperti apa yang memberikan cerita seram tentang Prabowo.

Dapatkah kredibilitas mereka dipercaya?
Mereka itu siapa saja, dan dulunya bagaimana?
Maaf saya tidak ingin riya, tetapi dalam penelusuran saya, tak pernah sekejap pun saya berhenti doa, saya minta kepada Sang Rabb untuk diberi jalan terang, tidak termakan cerita buram. Bila Prabowo baj*ngan perlihatkanlah di depan mata saya, segala buktinya. Dan segala perasaan saya untuk jauh-jauh dari mendukung dia.

Tapi apabila dalam hal ini ia hanya tersiram tuduhan keji, semoga Tuhan memperlihatkan kebenarannya bagi saya pribadi.
Saya kenal orang itu karena ayah ibu saya dulu sempat kenal dengan Oom Cum/Pak Sumitro. Tante Dora Sigar, ibunda Prabowo juga bukannya ibu saya tidak mengenalnya.

Adik-adik Prabowo saya kenal sambil lalu dan mereka cukup ramah, dan secara kebetulan pula ia menikah dengan Titiek Soeharto, teman remaja saya.
Tapi tak pernah sekalipun dalam kedekatan saya yang hanya sambil lalu itu mempengaruhi saya untuk mati-matian membela dia bila memang ia bersalah. Tidak akan !!

Staf saya di kantor bahkan pernah menyampaikan cerita ngeri.
Dia bilang bahwa dia melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Fadli Zon digampari oleh Prabowo di suatu acara.
Saya kaget setengah mati, sehingga saya makin yakin saat itu bahwa tidak akan pernah maulah saya memilih dia.
Saya sempat geram termakan cerita itu.

Lama-lama, saya berpikir ulang kembali. Kok gampang banget saya percaya cerita semacam itu? Lalu saya memberanikan diri untuk bertanya langsung kepada Fadli Zon, sebagai adik kelas saya di UI dan orang yang selalu sangat berperhatian kepada seni budaya Indonesia dan sangat ikhlas bila merangkul para seniman Indonesia, juga kepada Idris Sardi hingga tutup usia.

Hoax : Prabowo Gampar Fadli Zon dan Ajudan

Fadli sangat kaget luar biasa. Ia berani bersumpah di atas Al Qur’an bahwa hal itu sama sekail tidak pernah terjadi.
“Mbak Linda, gak mungkin Prabowo gampar saya? Dia tidak pernah sekalipun melakukan hal itu kepada saya.” begitu kata Fadli. Saya agak kecewa dengan staf saya, yang sudah dengan seenaknya mengarang cerita.
Ketika saya bilang bahwa saya sudah cek yang bersangkutan, dia panik. Tampaknya ia memang mengarang cerita.

Lalu, saya dengar lagi cerita dari anak saya bahwa temannya yang bekerja di Production House (PH) juga melihat ia menggampar ajudannya di depan pekerja PH yang akan membuat film-nya.
Cerita hampir senada dengan cerita staf saya. Ajudan Prabowo saya kenal. Tak satupun yang tidak heran mendengar cerita itu. Ya, semua heran dan ‘kagum’, karena betapa dahsyatnya karangan-karangan semacam itu.
Ya, karangan yang sudah terstruktur.

Sejak awal kampanye kemarin ini, berbagai pihak menyerang lagi dengan ‘isu musiman pemilu’ soal ham hem hom itu, dan yang membuat saya terpana, saat ia berada terus menerus di samping Megawati, tuduhan tidak gencar-gencar amat. Begitu Megawati menjelaskan duduk perkaranya, isu menjadi sepi. Terlebih para pengikutnya di partainya.

Hoax dan Fitnah : Prabowo Psikopat

Tak seperti sekarang yang tampak sorak sorai tuduhan maut itu bertubi-tubi. Muncul nama Hendropriyono.
Dia teman saya. Dia tetangga ibu saya dan teman jalan pagi ayah Adjie Masaid alm.
Saya juga sering bergurau dengannya di tempat bertugas.
Istrinya yang cantik juga sering saya sapa.
Tapi saya bingung ketika Hendro berkoar soal Prabowo gila lah, kejam, psikopat … lha, bukankah peristiwa Talangsari Lampung di bawah tanggung jawabnya? Kejadian yang super kejam semua atas pengetahuan dia bukan?
Kok bisa-bisanya ia berkata kalau Jokowi menang, persoalan pelanggaran HAM akan dituntaskan.

Duh mas Hendro ini bagaimana ya? Bagai tak bercermin pada diri sendiri. Sudomo pun jelas-jelas berkata kasus Talangsari adalah tanggungjawab Hendropriyono.
Cerita kekejaman itu seperti apa?
Bacalah sendiri di berita-berita masa lalu. Ngeri !!

Lalu ada Agum Gumelar.
Bila saya duduk bersamanya makan siang di beberapa restoran di Jakarta, ia selalu mencibir soal Prabowo.
Tapi kalau saya tanya rincinya apa kekurangan orang itu, mas Agum berkelit. Aneh !
Dan yang lebih aneh, tidak saya sangka lelaki yang sudah pernah jadi menteri tapi antusias mencalonkan diri jadi presiden hingga gubernur ini, melontarkan ketidaksenangannya terhadap Prabowo terang-terangan di muka publik.

Bagai bukan pengemban Sapta Marga.
Bagai bukan seorang prajurit saja yang saling kasih terhadap koleganya sesama prajurit.
Belum lagi mencermati Luhut Panjaitan berbicara, Saya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Saya hanya sekadar membandingkan, bila ada kejadian di dunia kedokteran, sang dokter melakukan mal praktek, salah diagnosa, diprotes keras oleh pasien dan diberitakan ke mana-mana, pernahkah kita mendengar sesama dokter lain yang ikut menabuh gong, menista, membuka segala kekurangan koleganya, apalagi kalau itu hanya karena fitnah rekayasa dan berunsur dengki? Pernah tidak?
Para dokter akan sangat santun menutup mulut mereka rapat-rapat.
Biarlah ditangani oleh yang berwajib.
Bukan ditambahi dengan cerita apapun antar sesama kolega.
Mengapa tentara Indonesia yang namanya saya sebut tadi tidak mampu berperilaku serupa dokter-dokter itu?

Saya belum lama ini mengobrol dengan bapak Azwar Anas yang sudah mendekati renta.
Air matanya berlinang saat mengucapkan kata Agum, Hendro, Luhut.
“Mereka mungkin lupa pada Sapta Marga”, katanya lirih. Juga Menkopolhukam Djoko Suyanto, saya tanya mengapa rekan-rekanmu seperti itu kelakuannya? “Saya sudah menegur Hendro”, jawabnya.

Hoax dan Fitnah : Prabowo Mau Kudeta

Belum lagi Wiranto.
Makin hari makin banyak berita yang menceritakan kebenaran yang sesungguhnya.
Sampai-sampai, Elza Syarief dan Fuad Bawazir sesama Hanura akhirnya mengungkap di publik tentang Wiranto terhadap kejadian Prabowo.
Orang ini saat jadi ajudan presiden Soeharto, saya berada di dekatnya pada tempat bekerja yang sama. Wiranto tak pernah murah senyum. Ia kaku, terkesan angkuh, tak banyak bicara.

Tetapi ada beberapa menteri berkata kepada saya kala itu, Wiranto memang cerdas dan cepat tanggap dalam bekerja, menghubungkan antara urusan menteri ke presiden.
Apapun, saya hanya bisa geleng-geleng kepala bila cerita tentang Wiranto cuci tangan terhadap urusan Prabowo yang dihina dina dan dituduh segala kekejamannya, juga cerita bahwa dialah sebenarnya salah satu penyebab Titiek dan Prabowo bercerai ( yang sudah saya, kita, baca di media on line ), dia jugalah yang melempar fitnah bahwa Prabowo akan melakukan kudeta, ya, sekali lagi, apabila ini memang benar dia pelaku penyerang fitnah, alangkah super kejamnya.

Prabowo pernah berkata dalam menghadapi berbagai problem yang menimpa dirinya, “Sudah tidak gila saja saya sudah bagus..”, menjadi kata-kata yang terngiang di telinga saya. Dengan amat sadar, saya bayangkan bila kita memiliki anak, cucu, atau menantu, yang dituduh keji, fitnah yang terpelihara tahun-tahunan tanpa pengadilan tanpa bukti dan didiamkan hingga kekuasaan 5 presiden, bisakah kita hidup bergembira?

Oya, juga kesan bagi keluarga kita bila salah satu anggota keluarga kita ingin menciptakan kesejahteraan bangsa ini, yang kenyang nyaris ‘mampus’ di medan laga, manakala teman-teman atau adik-adik kelasnya orang-orang sipil yang masih bisa menikmati kopi hangat di kafe sejuk, menikmati mal hingga musik metal, sementara ia sudah mengalami didorong ke lautan lepas atau dari ketinggian langit, hingga hampir dibakar hidup-hidup di dalam hutan demi membela negara, tapi senantiasa dihina, dikecam, disebar gosip bengis jahat dan dianggap monster, lagi-lagi, riang hatikah hidup kita menghadapi hal semacam ini??

Semoga saya, keluarga besar saya, tidak didera fitnah keji serta pembunuhan karakter yang kejam.
Tak ingin dicubit, maka janganlah mencubit.

(Catatan Linda Jalil)