Senin, 07 Mei 2012

TUMPANG PITU DALAM ANGKA


TUMPANG PITU DALAM ANGKA
( IMN, INTREPIT, dan Tambang Rakyat )

Di bawah ini kami susun secara ringkas data yang bisa dijadikan fakta tentang ketidakjujuran IMN dalam menjalankan amanah Keputusan Bupati Banyuwangi No: 188/05/KP/429.012/2007.

I.   IMN
    Berdasarkan pada andal PT. Indo Multi Niaga tahun 2007 hal II-14
    Disebutkan :
    1. Jumlah cadangan bijih (ore)                              : 9.600.000 ton
    2. Kadar emas rata-rata                                       : 2,3 gram/ton
    3. Jumlah total kandungan logam emas                  : 22, 08 ton
    4. Umur tambang                                     : 14 tahun
    5. Produksi emas pertahun                                   : 1,577 ton
    6. Metode penambangan                                      : Tambang Dalam/ Bawah  
                                                                                  Permukaan

II.  INTREPID
Berdasarkan pada bendel presentasi CEO INTREPID Mr. BRAD GORDON pada   mei 2011 pada hal 5, 10 dan PRELIMINARY ECONOMIC ASSESSMENT for TUJUH BUKIT OXIDE PROJECT in EAST JAVA INDONESIA by KAPPES, CASSIDAY & ASSOCIATES hal 88, 92, 94, ( data berlaku mulai 1 Juni 2011 )
Disebutkan :
    1. Jumlah cadangan bijih (ore)                             : 57.000.000 ton
    2. Kandungan emas                                            : 510,04 ton
    3. Kandungan perak                                           : 2 488 ton
    4. Kandungan tembaga                                       : 3 995 200 ton            
    5. Umur tambang                                                : 8 tahun 10 bulan
    6. Metode Penambangan                                    : Multiple open pits

Dan lebih luar biasa lagi berdasarkan pada bendel presentasi CEO INTREPID Mr. BRAD GORDON pada   mei 2011 pada hal 18 jumlah cadangan bijih ( ore ) dikawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya mencapai 2 000 000 000 ton lebih dan akan menjadi peringkat 10 dari 69 tambang emas yang ada di Indonesia

III. TAMBANG RAKYAT
Dari testimoni dua fasilitator pengolahan tambang rakyat selama 2 tahun ini dengan pengenaan potongan 15 % untuk biaya pengolahan,  rata-rata setiap harinya pemilik glondongan mampu mengumpulkan 5 ons emas.
Jadi total produksi emas tambang rakyat dari dua fasilitator pengolahan tambang rakyat selama 2 tahun lebih dari 2 400 kg. Dari testimoni lapangan 2 pengolahan tersebut hanya mengakomodir kurang dari 50% keseluruhan produksi kelompok tambang rakyat yang ada.. Jadi bisa dibayangkan berapa emas yang telah keluar dari Tumpang Pitu ( area tambang rakyat di gunung Manis/petak 56 dan Pancer ) dan sekitarnya.
Perhitungan sebagai berikut :
1. Jumlah pengenaan ongkos pengolahan 15% per hari                    : 5 ons
2. Jumlah emas ter-olah per hari                                                      : 33,33 ons
3. Jumlah emas ter-olah 2 tahun ( 1 tahun 365 hari)             : 2 433 kg


                                               
TUMPANG PITU DALAM RUPIAH
( IMN, INTREPIT, dan Tambang Rakyat )

Berdasarkan Tumpang Pitu dalam angka yang telah dipaparkan di atas maka akan diperoleh akumulasi dalam rupiah sebagai berikut :
( catatan : perhitungan harga emas Rp 400 000,-/gr, harga perak Rp 12 000,-/gr, harga tembaga Rp 100,-/gr )

I.   IMN
      a. Total produksi :
            22 080 000 gr x Rp 400 000,- = Rp 8. 832. 000. 000. 000,-
      b. Per tahun produksi :
            Rp 8 832 000 000 000,-  : 14 tahun = Rp 630. 857. 140. 000,-

II.  INTREPID
  1. Tumpang Pitu dalam waktu +/- 9 tahun
No
Logam
Berat (ton)
Harga ( juta/ton )
Jumlah ( dalam triliun rupiah )
1
Emas
510,08
400 000
204,32
2
Perak
2 488
12 000
2,9856
3
Tembaga
3 995 200
100
399,52

Jumlah
-
-
606,8256
   
  1. Tumpang Pitu dalam perspektif ke depan ( 2 milyar ton cadangan bijih )
( emas 0,86 gr/ton, perak 23 gr/ton, 70kg/ton )
No
Logam
Berat (ton)
Harga ( juta/ton )
Jumlah ( dalam triliun rupiah )
1
Emas
1 720
400 000
688
2
Perak
46 000
12 000
552
3
Tembaga
140 000 000
100
14 000

Jumlah
-
-
15 240


III. TAMBANG RAKYAT
       2 400 kg  x  Rp 400 000 000,-  =  Rp 960 000 000 000,-/ tahun



Pada bendel presentasi CEO INTREPID Mr. BRAD GORDON pada   mei 2011 pada hal 11 dipaparkan bahwa kebutuhan dana dari INTREPID untuk melakukan eksploitasi di Tumpang Pitu membutuhkan dana sebesar $ 212 juta atau dalam rupiah kurang dari 2 triliun. Jadi bila berbicara solusi ekonomi maka dengan melihat pemaparan kasar realita angka dan rupiah diatas bukan hal sulit. Tambang rakyat harus difasilitasi tentunya melalui pengawasan yang ketat Pemerintah Daerah Banyuwangi, jika target Pemda untuk  mengakumulaasi kapital sebesar Rp. 2 triliun, maka itu sangatlah mudah untuk mendapatkannyadalam waktu yang relatif singkat. Rp.2 triliun tersebut bisa didapat dari pengenaan biaya dan pajak penghasilan dalam waktu yang kurang dari 2 tahun. Sedang modal yang diperlukan untuk memfasilitasi tambang rakyat menurut perhitungan kasar, hanaya akan menelan beaya maksimal Rp. 2 milyar.

Kemudian ketika muncul pertanyaan perihal SDM untuk mengeksekusi konsep pemikiran diatas, bagi kami sendiri bukanlah suatu hal yang sulit. Kami sudah memiliki dan sanggup mengumpulkan SDM yang mampu untuk semua. Yang menjadi pertanyaan kami adalah “beranikan eksekutif dan legislatif Banyuwangi melakukannya ?”




TUMPANG PITU BANYUWANGI



TULISAN UNTUK ANGGOTA DEWAN DAN PEMDA BANYUWANGI MENGENAI TUMPANG PITU

Oleh: Dr. Yos Suprapto, MA


Assalamualaikum Wr.Wb., Om Swastiastu, Shalom, Damai Sejahtera Untuk Kita Semua

LATAR BELAKANG:
Banyuwangi adalah tanah kelahiran yang menyisipkan kenangan indah ketika saya masih kecil. Meskipun tidak lama saya menikmati hidup di desa nenek moyang saya, karena orang tua saya mendapatkan pekerjaan di Surabaya, saya masih ingat betapa kehidupan sederhana kami telah menanamkan sebuah kenangan yang tidak mudah saya lupakan. Bangorejo ketika saya masih kecil adalah sebuah desa yang dikelilingi oleh aliran air sungai dan kanal-kanal yang membuat sawah dan ladang kami selalu memproduksi hasil bumi yang berkelimpahan. Bahkan dengan hasil bumi tersebut, seperti halnya kakek dan nenek saya, banyak keluarga yang bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang akademik di luar kebiasaan anak petani. Bisa dimengerti, sebab pada waktu itu pendidikan tinggi merupakan privilege tersendiri dari stratifikasi kelompok masyarakat tertentu. Bagi anak petani, pendidikan tinggi merupakan sesuatu diluar imajinasi mereka. Tetapi bagi sebagian kecil, itu merupakan anugerah yang tak terhingga nilainya. Begitulah desa Bangorejo yang dinamik dalam keterpencilannya.


Setelah 40 tahun meninggalkan desa kelahiran itu dan kembali untuk menyusun ingatan masa kecil, ternyata kenangan indah tadi tersobek oleh kenyataan bahwa perubahan fisik (seperti perubahan fisik diri saya atau juga yang dialami oleh setiap orang yang mengalami fase penuaan) Kabupaten Banyuwangi ternyata membawa kejutan tersendiri. Jalan-jalan sudah berASPAL, namun masih bergelombang dahsyat. Dari Kalibaru sampai Jajag, jalan-jalan aspal tadi membuat speedometer mobil tua saya bisa tidak berfungsi karena kabel-kabelnya rontok. Rumah-rumah mewah dibangun menjorok ke jalan-jalan seakan mempertontonkan kemakmuran penghuninya. Tapi setelah saya sampai di rumah bapak saya dan bersosialisasi dengan sanak saudara, saya baru tahu bahwa rumah-rumah mewah tadi ternyata hanya tampak dari depannya saja. Di belakang rumah masih tetap seperti dulu, dan bahwa para istri sanak saudara saya tidak ada di rumah karena mereka harus bekerja menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang. Dari sini saya melihat kemegahan pembangunan fisik di Banyuwangi ternyata berdiri diatas dasar yang sangat rapuh serapuh tanah-tanah labil jalan-jalan Kabupaten.

Mengapa saya sangat ingin pulang ke tanah kelahiran saya? Ini semua berawal ketika pada tahun 2000 saya pulang karena setahun sebelumnya saya diminta pulang oleh Gus Dur mantan Presiden RI untuk membantu teman-teman membangun apa yang bisa dibangun di negeri ini. Tapi ketika saya pulang pada akhir tahun 2000 sebelum saya kebagian pekerjaan, Gus Dur sudah dilengserkan, dan saya harus kembali ke dunia akademik dan mengajar di beberapa Universitas di Yogyakarta. Dua tahun lalu ketika saya pulang kampung, saya bertemu dengan beberapa aktivis lokal dan memberikan banyak informasi tentang Tumpang Pitu. Tumpang Pitu bagi saya adalah sebuah tempat yang pernah melekatkan sebuah harapan dalam ingatan masalalu mengenai masa depan yang gemilang. Karena dari cerita ayah yang beliau terima dari cerita kakek buyut, Tumpang Pitu menyimpan begitu besar kekayaan yang akan dipergunakan untuk kesejahteraan anak cucu. Saya pernah bertanya: “Anak cucu siapa itu?” Ayah menjawabnya: “Ya anak cucu kita”. Tapi betulkah itu?

Pada jaman Blambangan pemerintah melakukan kesepakatan dengan Portugis. Menukar emas yang diambil dari Tumpang Pitu dengan meriam-meriam untuk menghadapi kekuatan Mataram dan VOC.
Pada Jaman Mataram setelah Blambangan dihancurkan, Belanda menjarahnya untuk membangun kerajaan Holandia dengan alasan membuka perkebunan-perkebunan.
Pada jaman peralihan, Jepang mengendus adanya harta kekayaan untuk anak cucu tersebut. Mereka masuk ke Tumpang Pitu untuk melakukan penjarahan dalam membeayai perang di Asia dan Pasifiknya.
Pada jaman Reformasi, ternyata yang datang ke Tumpang Pitu adalah tetap anak cucu orang-orang asing dengan menggunakan bangsa Indonesia sebagai pintu pembuka jalan, persis seperti pada jaman Mataram yang bekerja sama dengan VOC. Dari penelitian kami, ternyata PT Indo Multi Niaga hanya sekedar komprador yang dibelakangnya adalah perusahaan tambang kecil yang di bawah bendera INTREPID MINES dari negara Australia.

Nah ketika saya mendengar INTREPID MINES ada di balik IMN, ingatan saya kembali pada beberapa dokumen yang pernah saya pelajari ketika saya menjabat sebagai Chairperson di Rainforest Information Centre, sebuah lembaga swadaya masyarakat Australia, yang menangani permasalahan kerusakan hutan di seluruh dunia. Kebetulan saya dipercaya memegang kepemimpinan untuk memonitor hutan-hutan di seluruh Asia Tenggara dan Pasifik. Dan INTREPID adalah salah satu perusahaan pertambangan kecil yang pernah masuk daftar hitam organisasi kami. Oleh karena ingatan inilah maka saya menghubungi teman-teman di Australia untuk membantu saya mencarikan informasi tentang kegiatan perusahaan ini di Banyuwangi.

Hasilnya sangat mencengangkan. Dalam waktu 24 jam informasi yang saya butuhkan sudah dikirim lewat email. Bukan itu saja, ternyata informasi di dalam dokumen yang dikirim ke saya memiliki perbedaan menyolok dalam aspek perhitungan angka produksi serta metode penambangan yang disusun oleh induk perusahaan IMN di Australia dibandingkan dengan dokumen teman-teman yang dikeluarkan oleh IMN di Indonesia dalam bentuk laporan ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup). Dengan membandingkan dua dokumen tersebut, dengan amat mudah kita bisa mengambil kesimpulan bahwa IMN telah sengaja melakukan pemalsuan data dan informasi tentang metode penambangan. Hal ini menimbulkan kekeliruan persepsi dari banyak kalangan yang menimbulkan pro dan kontra pada program eksploitasi pertambangan di Tumpang Pitu. Terutama sekali bagi para Penentu Kebijakan.

PEMALSUAN DATA

Sejarah penjarahan melalui proses penipuan di atas mengingatkan kita pada awal era penjajahan VOC akan diulang kembali di tanah kelahiran saya.

Dari data yang diberikan teman-teman Forum Masyarakat Peduli Banyuwangi dalam bentuk ANDAL IMN produksi IMN dalam 14 tahun tertulis seperti berikut:
. akan memproduksi 9.600.000 ton cadangan bijih (ore)
. dengan kadar emas 2,3 gram/ ton
. jumlah logam emas 22,08 ton
. produksi emas per tahun 1,577 ton
. metode penambangan, Tambang bawah tanah (underground mining)
. mobilsasi peralatan berat (ANDAL hal II – 20):
            dump truck berkapasitas 25 ton
            excavator PC 400 berkapasitas 3m
                genset dengan kapasitas 1.100KV
Data yang diambil dari ANDAL IMN tersebut ternyata jauh berbeda dari data yang dikeluarkan sebagai kebijakan perusahaan induk IMN di Australia atau yang dikenal dengan INTREPID MINES. Data yang dari Australia adalah data disusun oleh perusahaan konsultan yang memiliki akses ke pemetaan satelit canggih yang bisa menditeksi kandungan mineral di atas maupun di bawah tanah. Mereka adalah Daniel Kappes seorang insinyur pertambangan yang memiliki lembaga Konsultan bernama Kappes Cassidy and Association, Phillip Heliman, Seorang Geolog yang membuka biro konsultan dengan nama Helliman & Schofield, Peter Allen, Master Pertambangan, dari Australian Mine Design and Development.

Dari informasi yang disusun oleh lembaga-lembaga konsultan untuk kebijakan INTREPID, ditulis bahwa IMN dalam waktu 8 tahun 10 bulan:
. metode penambangan adalah mutiple open pits
. mobilisasi peralatan berat (hal 91):
            caterpillar 777D trucks dengan kapasitas 85 ton
            excavator Hitachi Zxis 850H kapasitas 85 ton/4.3m3
            Hitachi AH500D kapasitas 45 ton
            Hitachi EX1900 excavator berkapasitas 190 ton/12.0m3
. akan melakukan eksploitasi 57.000.000 ton bahan mentah
. dengan kandungan emas lebih dari 500 ton
. kandungan peraknya lebih dari 36.000 ton
. dan kandungan tembaganya lebih dari 3 juta ton
. total hasil produksi dalam jumlah rupiah jika gabungkan, adalah lebih dari Rp.500 triliun. Dengan catatan bahwa angka-angka ini diambil dari potensi penambangan terbuka (open pits) di Tumpang Pitu saja. Perlu diketahui bahwa dasar perhitungan kasar ini disusun dengan asumsi harga emas terendah sebesar Rp. 400.000/gram, Perak Rp. 12.000/gram, dan tembaga Rp.100/gram. Jika nilai dollar yang tertulis dalam kebijakan INTREPID sebesar $212 juta itu dihitung dengan kurs $1 adalah Rp. 8.800,- maka jumlah modal yang akan ditanam untuk semua kegiatan pertambangan ini hanya sebesar Rp. 1,865 triliun saja. Sementra dari perhitungan kebijakan INTREPID yang akan melakukan eksploitasi pada seluruh kawasan yang sekarang dieksplorasi maka mereka bisa mengeruk hasil sebesar 2 miliar ton cadangan bijih yang bila dikurskan ke dalam rupiah adalah lebih Rp.15.000 triliun. Dari perhitungan ini, bisa dibayangkan, kita bisa membayangkan berapa kekayaan rakyat Banyuwangi – bangsa Indonesia dalam NKRI ini yang akan dieksploitasi oleh anak cucu orang-orang asing melalui kompradornya. Lalu apa yang kita dapatkan? Komisi perpajakan sebesar 10%? Atau yang 17%? Atau hanya sekedar mendapat bagian dari Golden Share?

Atau bencana yang akan kita dulang dari openpid mining dan  penggunaan sianida yang akan membunuh setiap mahluk yang bersentuhan dengannya?

Bukan rahasia, IMN telah melakukan “EKSPLORASI” sejak 2006. Eksplorasi yang didukung oleh data satelit. Bagi kami, para akademiwan, hal itu sepertinya kata eksplorasi menjadi tidak masuk akal. Bagi kami, dengan adanya gambar-gambar satelit yang menunjukkan lokasi emas di lapisan atas dan bawah, penambang tidak lagi perlu bertahun-tahun melakukan eksplorasi. Mereka bisa langsung melakukan eksploitasi tanpa harus bertele-tele menggunakan kata eksplorasi. Maka kami menduga bahwa jika sejak awal Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk menjadi pengawas lapangan dalam proses eksplorasi ini, saya yakin bahwa kebenaran yang terungkap akan sangat mencengangkan. Salah satu contoh tentang pernyataan IMN yang ditulis dalam ANDAL hal II – 20 yang menyatakan bahwa selama IMN mengadakan eksplorasi yang tidak jelas itu ternyta “peralatan pengolahan dan genset sudah terpasang” di lokasi. Bagaimana mungkin peralatan pengolahan ikut dioperasikan dalam “EKSPLORASI” ?
Bahkan bukannya rahasia bila IMN telah melakukan eksplorasinya diluar batas kesepakatan. Misalnya dengan ditemukan alat-alat pengeboran di daerah Gunung Salak. Apakah ijin pengeboran sudah diberikan?

Dari perhitungan ekonomi selama hampir lima tahun eksplorasi yang ditunjang oleh gambar satelit tersebut, berapa dana yang sudah dikeluarkan oleh IMN dalam pengoperasiannya. Kita hitung saja berapa ongkos untuk menerbangkan helikopter setiap hari selama 5 tahun tanpa ada pemasukan dari eksplorasi tersebut. Sesuatu yang tidak masuk akal. Belum lagi pembagian “PERMEN” yang mereka lakukan terhadap para komprador yang tidak segan-segan menjual kesejahteraan bangsanya untuk kepentingan sesaat, pribadi maupun kelompoknya. Oleh banyak orang yang kebagian permen tadi dari aspek eksplorasi IMN kelihatan seperti malaikat yang baik hati. Tapi benarkah seperti itu?

Dalam logika ekonomi, keuntungan merupakan paradigma “economic imperative demand”. Jadi bukannya tidak mungkin data satelit akan memudahkan sebuah eksploitasi. Hal ini bisa dibuktikan dari bagaimana satelit mata-mata Australia dalam menditeksi kandungan minyak di selat Timor yang kita semua tahu pada akhirnya Indonesia yang pernah ikut menandatangani perjanjian eksploitasi terbukti tidak mendapatkan apa-apa. Sejarah ini ternyata hampir memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di bumi Banyuwangi. INTREPID MINES, melalui IMN ternyata dengan diam-diam telah mengantongi Izin Usaha Penambangan (IUP) untuk melakukan eksplorasi terhadap 6.623,45 hektar dan pengeksploiasian  (Production Operation) terhadap 4.998 hektar. Dan kawasan ini akan terus diperlebar. Keputusan Bupati Banyuwangi No: 185/05/KP/429.012/2007 tersebut dikantongi oleh IMN pada tanggal 25 Januari 2010 atas kuasa mantan Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari, SE., MM. Dengan mengantongi IUP inilah sejarah eksplorasi yang memakan waktu hampir 5 tahun itu dilakukan oleh IMN, kendati mereka juga memiliki data satelit INTREPID yang begitu canggih untuk menditeksi keberadaan semua jenis meniral yang mereka incar.

SEJARAH PENGHISAPAN LEWAT PENIPUAN HARUS DIHENTIKAN

Sejarah penjarahan terhadap kekayaan bangsa Indonesia harus dihentikan. Dan ini harus dimulai sekarang. Kalau beberapa saat yang lalu Bupati Sumbawa Barat membuat sejarah baru dalam hal presentase hasil produksi perusahaan asing di bumi Sumbawa Barat, dari hanya sekedar 2% menjadi 10%, maka sudah saatnya Bupati dan para Wakil Rakyat di DPRD Banyuwangi yang didukung mutlak oleh konstituensinya memberikan contoh kepada seluruh bangsa Indonesia dalam menyejahterakan rakyatnya. Rakyat Banyuwangi harus bisa berdiri sama tinggi dengan Modal. Ini artinya, rakyat Banyuwangi harus bisa menjadi partner dari modal dengan hak yang sama dengan pemilik modal. Dengan kata lain, rakyat Banyuwangi berhak atas 50% dari seluruh hasil produksi perusahaan. Ini yang seperti dikatakan oleh Ir. Soekarno founding father kemerdekaan republik ini pada tahun 1959, bahwa bangsa Indonesia harus bisa menjadi “partner modal”. Karena jika kita tidak bisa menjadi partner modal kita akan menjadi “budak dari modal”.

Sekarang mari kita hitung, berapa triliun rupiah yang kita dapatkan jika kita berdiri menjadi partner modal. Dengan 50% dari seluruh hasil produksi IMN seperti yang telah disinggung di atas, maka rakyat Banyuwangi dengan kerjasamanya dibawah Pemda, Perhutani dan DPRD, akan mengantongi Rp.250 triliun dari hasil pertambangan emasnya saja. Belum lagi jika pendapatan tersebut merupakan gabungan dari seluruh hasil mineral yang ada, kita bisa mengantongi Rp.7.500 triliun. Dengan uang sebanyak itu jika dikelola dengan aturan main yang diatur oleh undang-undang yang menyejahterakan rakyat, tidak akan ada orang miskin di Banyuwangi. Pemda Banyuwangi akan mampu menyekolahkan anak-anaknya dari tingkat TK sampai S3 dengan beaya gratis. Pemda akan mampu memberikan pelayanan kesehatan gratis pada seluruh penduduknya. Pemda Banyuwangi bisa berbuat banyak dengan pendapatan sebesar itu. Sehingga saya meyakini, tanah kelahiran ini akan mampu menghapuskan penghisapan manusia atas manusia. Banyuwangi tidak perlu harus mengirimkan rakyatnya untuk menjadi TKI atau TKW yang kita tahu pada akhirnya, kita tahu, itu hanya akan merendahkan derajat bangsa di mata komunitas dunia.

ALTERNATIF LAIN

Diatas, adalah perhitungan berdasarkan pada asumsi jika kita mau bekerja sama dengan modal asing dalam kesetaraan, dan modal asing mau menerima kita sebagai partner. Tetapi jika mereka menolak kita sebagai partner dengan pemahaman kesetaraan dalam segala hal, maka solusi yang harus ditempuh oleh Pemda dan seluruh Wakil rakyat Banyuwangi harus melakukan moratorium eksplorasi bahkan kalau perlu menghentikan semua kegiatan eksploitasi IMN. Kemudian Pemda harus mengambil alih semua kegiatan melalui koperasi melalui kerjasama dengan Perhutani dengan memberikan kesempatan pada rakyat untuk menjadi penambang tradisional yang dikontrol oleh Perda yang akan dijalankan oleh Pansus Koperasi yang telah dibentuk dalam kesepakatan bersama. Disini tenaga ahli lokal akan diuji kemampuannya dalam mengolah sumber daya alam mereka sendiri untuk kesejahteraan seluruh warga Banyuwangi, dan bahkan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Jika hal ini dijalankan, maka Pemda Banyuwangi akan menjadi pioneer dalam menegakkan UUD Pasal 33 dan menjadi ujung tombak perubahan sistem pertambangan di Indonesia yang selama ini hanya puas menerima 2% dari perusahaan-perusahaan asing. Saat ini di Indonesia ada 69 pertambangan emas. Dan dari 69 tambang emas tadi, Tumpang Pitu akan menjadi peringkat 10 besar. Dari perhitungan yang kami lakukan, dari peringkat 1 ke peringkat 10 tambang emas tadi Indonesia bisa menghasilkan Rp. 21.940 triliun. (Dalam hal ini perhitungan dibuat atas dasar produksi emasnya saja tanpa menyertakan hasil produksi perak dan tembaganya). Ini merupakan bukti bahwa negara Indonesia bukan negara miskin. Tetapi, faktanya, dari Rp. 21.940 triliun tersebut berapa jumlah uang yang sudah dan akan masuk ke dalam kas negara yang bisa dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyatnya? Pertanyaan ini harusnya menjadi renungan para pihak penentu kebijakan yang masih memiliki nurani sehat.

Oleh sebab itulah, dalam hal Tumpang Pitu saya menganjurkan agar Pemda harus mengambil kebijakan yang tepat dan berani untuk menyelesaikan masalah pertambangan di Tumpang Pitu. Dari penelitian saya beberapa hari ini di daerah pesanggaran sampai ke kecamatan Bangorejo, saya menyaksikan betapa dampak ekonomi telah menghantam kehidupan rakyat banyak di sekitar kawasan pertambangan yang ditutup oleh aparat negara saat ini. Dan dampak ini akan rebah seperti susunan domino di Kabupaten Banyuwangi. Mulai dari pedagang pasar sampai warung kopi, mengeluhkan sepinya pembeli karena sirkulasi uang yang biasanya berjalan lancar menjadi tersendat karena pertambangan tradisionil telah ditiadakan. Dalam konteks sosiologi jika hal ini tidak diatasi dalam waktu dekat, maka kemiskinan baru akan diciptakan oleh fenomena ini. Dan kita tahu dalam konteks pemahaman sosiologi apa itu artinya bagi kehidupan rakyat sebagai konstituen dan kehidupan politikus yang didukung oleh mereka.

Saya percaya tidak gampang memang dalam menyelesaikan permasalahan IMN karena meskipun ada Undang-Undang No.22 tentang Otonomi Daerah telah diberikan, kita dihadapakan pada Undang-Undang No.34. Tetapi saya yakin bahwa ketika semua wakil rakyat Banyuwangi  mau dengan segala kerendahan hati mensosialisasikan permasalahan sebenarnya tentang PENIPUAN DATA dan skema licik untuk melakukan penghisapan di tanah Kabupaten Banyuwangi ini kepada rakyat Banyuwangi, maka tidaklah sulit bagi para Wakil Rakyat mendapat dukungan politik dari mereka melalui referendum. Karena tidak satupun manusia di muka bumi ini merasa bahagia untuk hidup terus dalam penghisapan dan penindasan terhadap, harkat kemanusiaan mereka. Dengan bangkitnya kesadaran melalui dialog massal antara para Wakil Rakyat dan konstituennya akan melahirkan sebuah kekuatan politik yang luar biasa.

JALAN KELUAR

Permasalahan di Tumpang Pitu memerlukan penyelesaian yang bijaksana dengan mengambil keputusan yang berani sebagai jalan keluarnya. Kebijakan Para wakil rakyat harus dibangun atas dasar kesadaran nurani yang tinggi. Kesadaran hati dan pikiran yang sehat dalam melihat masa depan dengan melibatkan kesejahteraan anak cucu kita. Namun penyelesaian Tumpang Pitu tidak semudah kita membalikkan telapak tangan. Seperti di atas telah saya singgung, INTREPID melalui IMN dengan economic imperative demand-nya tidak akan begitu saja menyerah. Mereka akan memanfaatkan perundang-undangan negara seperti IUP dan lain-lainnya untuk mempertahankan apa yang telah mereka dapat. Karena kita dihadapkan oleh Peraturan Pemerintah, maka penyelesaian masalah Tumpang Pitu harus di ambil dari dua aspek yang saling berkaitan. Yaitu dengan menggunakan pendekatan politik dan pendekatan ekonomi.

Pertama jika mengacu pada pendekatan politik, Pemda, Perhutani dan Forum Masyarakat Perduli Banyuwangi, harus membentuk tim khusus dalam wadah Pansus Tumpang Pitu. Kemudian Pemda dan seluruh Wakil Rakyat di DPRD harus sepakat untuk memutuskan kebijakan moratorium untuk semua kegiatan eksplorasi IMN di Tumpang Pitu. Dengan langkah ini Pemerintah Daerah, melalui Pansus Tumpang Pitu yang melibatkan para pakarnya bisa melakukan penelitian serta penyelidikan tentang seluruh kegiatan IMN selama 5 tahun belakangan ini. Apakah selama itu IMN sudah melakukan kuwajibannya seperti kesepakatan yang mereka buat dengan PEMDA? Apakah selama itu tidak pernah terjadi pelanggaran? Dan banyak lagi penelitian yang pada hakekatnya. Pada waktu yang sama, dengan adanya moratorium ini, para Wakil Rakyat bisa menciptakan ruang dan waktu untuk menggalang kekuatan politik di tengah konstituen mereka dengan mensosialisasikan fakta-fakta kegiatan pertambangan agar kesadaran rakyat mampu mendukung setiap keputusan politiknya. Hal ini sangat diperlukan apabila langkah politik dalam bentuk referendum nantinya menjadi opsi terakhir.

Kedua, memperkuat jaringan kerjasama antara Pemda, Perhutani dan Forum Masyarakat Peduli Banyuwangi sebagai pengelola syah pertambangan dengan memanfaatkan pertambangan rakyat untuk mengakumulasi modal yang diperlukan untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Perlu diketahui, dari penelitian kami dari wawancara dengan 2 (dua) nara sumber yang menjadi fasilitator para penambang emas di Tumpang Pitu yang beroperasi di Lampon dan Pancer, pertambangan rakyat bisa menghasilkan Rp.5 triliun dalam 2 tahun belakangan ini. Jadi akan lebih realistis bagi Pemda Banyuwangi untuk memanfaatkan tambang rakyat dalam kontrol pemerintah untuk mengakumulasi modal yang diperlukan dalm mengembangkan BUMD. Langkah ini harus diambil sebagai perhitungan dalam mengambil sebuah kebijakan agar rakyat Banyuwangi tidak hanya berdiri sebagai penerima komisi atau puas dengan hanya menerima Golden Share, tetapi juga bisa sebagai pelaku kebijakan dalam menentukan masa depannya.

Ketiga, pada saat yang sama melakukan pengendalian ketat terhadap kegiatan pertambangan rakyat dengan sistem perpajakan yang dikontrol oleh Pansus Tumpang Pitu melalui badan koperasi yang diawasi oleh tenaga-tenaga ahli yang punya panggilan pada komitmen berdasarkan pada kesadaran nurani kemanusiaan dan keadilan. Pansus Tumpang Pitu harus bertanggung jawab terhadap Pemda Banyuwangi dan Departemen Kehutanan dengan kuwajiban memberikan laporan tertulis setiap bulan mengenai setiap penerimaan bulanan serta pengeluarannya. Dalam hal ini peran Legislatif sangat penting untuk mengeluarkan Perda khusus untuk ini. Namun Perda tersebut seyogyanya dibuat melalui musyawarah yang melibatkan seluruh perwakilan rakyat Banyuwangi, termasuk lembaga-lembaga yang dari awal memang perduli terhadap permasalahan pertambangan ini dan terpanggil oleh hati nuraninya dalam menegakkan kesejahteraan serta keadilan untuk semua.

Jika ketiga hal tersebut di atas dijalankan, maka dalam hal ini Pemda Banyuwangi akan dikenang sebagai ujung tombak percontohan politik demokratis yang akan memiliki dampak luar biasa di Indonesia dan bahkan di dunia internasional. Pemda Banyuwangi akan dikenang sepanjang sejarah perpolitikan dunia sebagai Vanguard penegakkan demokratik kerakyatan sejati. Namun itu semua hanya bisa terjadi jika para Wakil Rakyat Banyuwangi memiliki satu komitmen yang berdasar pada UUD Pasal 33 dan melaksanakan komitmen tersebut dalam langkah-langkah konkrit.

                                                         -------------------

Banyuwangi akhir Juli 2011