Jumat, 23 Maret 2018

NKRI DLM BAHAYA !

*GANTI REZIM GANTI SISTIM:*
*(16) Perang, sebuah pilihan...*

Sri-Bintang Pamungkas

Pada 6 Desember 1975 itu memang Presiden Amerika Serikat Gerald Ford dan Menteri Luar Negerinya, Henry Kissinger, yang dikenal sebagai Arsitek Perang Vietnam, datang berkunjung ke Jakarta untuk menemui Soeharto dalam kunjungan khusus sehari. Pada intinya, mereka menyatakan dukungan terhadap Pemerintah Orde Baru Soeharto yang melakukan invasi ke Timor-Timur tiga bulan sebelumnya. Invasi Soeharto pada September 1975 itu dipicu oleh upaya rezim baru komunis Portugal yang memutuskan untuk mengakhiri kolonisasi mereka di Timor-Timur (Ganti Rezim Ganti Sistim @2004, hal 476-477).

Sebelum meninggalkan Jakarta pada sore harinya, dari dalam helikopternya,Menteri Luar Negeri Kissinger masih sempat bercanda dengan Jenderal LB Moerdani:

_"Bagaimana Anda mau menyerbu Timor-Timur?"_

Benny menjawab:

_"Tentu dengan senjata Tuan!"_

_"Ya, itu boleh-boleh saja...!"_ Kissinger berhenti sejenak untuk meyakinkan dirinya, bahwa senjata-senjata Amerika Serikat yang dipakai TNI sudah kuno...

_"Tetapi harus cepat"_, lanjutnya. _"Dan jangan sebelum pesawat ini berangkat!"_ Itu disampaikannya sambil tersenyum.

Dan benarlah, esok harinya TNI telah menguasai Dilli, Ibukota Timor-Timur, secara penuh. Lalu dimulailah Perang Timor-Timur... Seluruh pulau dengan lebar 60 kilometer dan panjang 450 kilometer itu dikuasai dan menjadi bagian dari Republik Indonesia (Ganti Rezim Ganti Sistim @2004, hal 478).

Sebelumnya....

Adalah Surja Widjaja, pemuda RRC berusia sekitar 20-an tahun yang masuk ke Indonesia pada tahun 30-an dengan bantuan Ibunya yang datang lebih dulu. Pemuda Surja sempat memeroleh pendidikan militer satu-dua tahun dalam program wajib militer di RRC. Seperti orang-orang Cina pada umumnya, dia memulai aktivitasnya dengan berdagang. Karena mempunyai pengalaman dan banyak kenalan militer di Cina, maka kemudian Surja, yang nama aslinya Lie Liong Sen, memutuskan.menjadi pemasok senjata ke Indonesia. Maka dia pun terlibat dalam pemasokan senjata untuk Pembebasan Irian Barat dalam rangka Trikora pada 1961-1963... serta Barisan Tani Indonesia/BTI pada 1964-1965. Selanjutnya sesudah itu, Surja dan anak-anaknya selalu aktif memasok segala macam senjata dan alutsista untuk ABRI melalui dana APBN. Termasuk Pesawat Militer SBY seharga 850 milyar (Ibid, hal 575).

Dan selanjutnya...

Bahkan dua minggu sebelum Peristiwa '65 itu meletus, Duta Besar Amerika Serikat yang baru, Marshall Green, meminta CIA untuk meningkatkan propaganda menyerang Soekarno. Begitu pula pihak MI-6 terus-menerus menyiarkan berita-berita mengacaukan, antara lain, mengenai merapatnya kapal-kapal RRC yang membawa muatan senjata untuk kelompok PKI/BTI. Maka hampir bisa dipastikan, pada saat yang sama, Soeharto juga sudah melakukan kontak-kontak dengan para agen intelijen Barat ini. Orang macam Soeharto ini memang yang sedang dicari-cari CIA dan MI-6 untuk didukung, agar mampu melawan dan sekaligus menjatuhkan Soekarno... (Ibid, hal 469).

Dari dua cerita tentang Peristiwa '65/Pemberontakan G30S PKI dan Peristiwa '75/Invasi Indonesia ke Timor-Timur itu dapat diambil beberapa gambaran strategi militer:

1. Diawali dengan penyusup intelijen, khususnya Ahli Persenjataan
2. Disusul dengan penyusup intelijen khususnya Ahli Pengacau Sosial
3. Disusul lagi dengan masuknya infiltran militer secara terbatas
4. Bersamaan dengan itu, dikirim pula Ahli-ahli Teknik untuk memasang segala infrastruktur dan peralatan guna pendaratan dan penerobosan ke wilayah-wilayah
5. Disusul dengan Operasi Militer dalam Skala Besar dan Masif untuk Berperang

Sebelum mengirim pasukan untuk menaklukkan Dilli dalam waktu sehari-semalam, Soeharto sudah memulai langkah pertama paling tidak 3 (tiga) bulan sebelumnya. Membaca bukunya Benny Moerdani, bahkan sejak April '75, Benny sudah mengirim orang-orangnya untuk mengamati Pasukan Portugal yang mau hengkang dari Tim-Tim, untuk mengetahui persenjataan apa yang ditinggalkannya kepada orang-orang Komunis Fretilin.

Masuknya Lie Liong Sen ke Indonesia, 30 tahun sebelum Peristiwa '65 tidak bisa dilepaskan begitu saja dari rencana RRC dalam menyiapkan Gerakan Militer terhadap Indonesia. Paling tidak, si Liong Sen juga yang kemudian ditunjuk untuk memasok/menadah senjata bagi BTI menjadi Angkatan Bersenjata ke Lima PKI.

Lalu bagaimana sekarang...?! Bukankah 2019 sangat mungkin adalah target RRC (dan Negara-negara Barat lain) untuk menguasai Indonesia, baik dengan Perang atau Tanpa Perang?!

Dihitung sejak pertemuan Bill Clinton dan James Riady pada 1994, maka sampai 2019 lamanya sudah mencapai 25 tahun... sudah lebih dari cukup untuk mempersiakan "perang" demi menaklukan negara sebesar NKRI. Dengan persiapan yang tentu tidak kalah canggihnya pada jaman itu, Jepang bisa menaklukkan Asia Tenggara dalam waktu singkat... termasuk menekuk lutut Hindia Belanda hanya dalam sepekan.

Apa yang dilakukan Mafia-mafia Cina Indonesia yang didukung oleh para  Taipan dan Konglomerat bersama CIA dan MI-6 diawali dengan penjatuhan Soeharto lewat rekayasa Krisis Moneter 1997/98. Sekarang juga terbukti, bahwa "kekerasan" terhadap Etnis Cina 1998 hanyalah rekayasa "exit permit" dan sekaligus "entry point" untuk mendapatkan suaka politik Cina-cina itu ke Amerika Serikat.

Lalu disusul dengan yang lain-lain... sangat strategis. Di samping merampok dana BLBI sampai ribuan trilyun, dengan catatan bahwa mereka masih menerima bunga Obligasi Rekapitalisasi 60 trilyunan sampai 2033... plus Pokok Obligasinya 600-an trilyun kalau masalakunya habis!

Belum lagi Amandemen terhadap UUD45 Asli yang memungkinkan orang Cina, Arab, India dan Bule, asal dia WNI, bisa menjadi Presiden RI. Itulah persiapan-persiapan yang mereka lakukan untuk memenangkan 2014 dan akan diulang lagi pada 2019. Sekarang pun terbukti, bahwa Facebook mengaku salah, dengan adanya skandal hilangnya 50 juta suara sewaktu Pilpres 2016 di AS... Mungkin saja Cambridge Analytica yang disewa Tim Sukses Donald Trump berhasil mencurangi suara Hillary Clinton hingga dia kalah. Mirip sekali dengan yang terjadi pada 2014 yang memenangkan Jokowi dan mengakibatkan kematian Ketua KPU. Kalau RRC bersama AS dengan Koalisi Baratnya berhasil mencerai-beraikan Indonesia yang kaya raya ini dengan amat mudah, sungguh sebuah Karya dan Berkah yang Luar Biasa. Satu-dua yang tewas tidak menjadi masalah. Apa yang ditulis dalam _Ghost Fleet_ bukannya lamunan kosong.

Apa yang dilakukan Jokowi dengan para Mafia Cina Hoa-Kiauw sekarang dan MSS (Ministry of Security Service, yaitu CIA-nya RRC) ada pada tahap 4 dan 5, yaitu memasang segala infrastruktur untuk persiapan pendaratan pasukan, kalau sekiranya Perang Terbuka diperlukan. Infrastruktur mana adalah milik Cina,  karena didanai dari uang Utang kepada mereka juga. Kekacauan Sosial sudah berhasil dilakukan sebelumnya dan terus berlangsung hingga kini, sehingga terjadi konflik antar agama,antar ras dan antar golongan. Sedemikian rupa, sehingga masyarakat tidak sadar jutaan Cina RRC dan puluhan ribu tentara Cina yang masuk RI dengan menyaru sebagai buruh, tidak terlihat menakutkan. Belum lagi beribu-ribu ton Narkoba asal Cina pun dianggap sepi. Retorika Capres dan Cawapres yang sengaja dihembus-hembuskan, sehingga membikin para Balon tergoda untuk terjun, membikin semua lupa tentang Perang di depan mata yang disiapkan untuk menaklukkan Indonesia!

Meikarta akan jadi Gudang senjata dan Benteng Cina, dan Pulau-pulau Reklamasi dirancang juga sebagai Logistik Persenjataan Perang, sekaligus Tempat Pendaratan untuk masuk ke Pulau Jawa dan Jantungnya NKRI. Tempat-tempat Pendaratan lain sudah akan selesai dibangun. Mereka membentang lewat Alur-alur Laut Kepulauan Indonesia/ALKI... dari Selat Malaka, Kepulauan Riau, Selat Karimata... terimakasih ada Kalimantan Utara, Serawak dan Brunei...  lalu berlanjut ke Tarakan, Selat Makasar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram, Laut Halmahera...

Di situlah Pelabuhan-pelabuhan dibikin Jokowi untuk memudahkan Tentara Asing mendarat dan membongkar muatan. Ada belasan yang dibangun Jokowi yang menyebutnya dengan Trayek Toll Laut. Lewat Alur Laut itu pula Belanda dan Jepang masuk ke Nusantara! Situasinya sekarang lebih mudah bagi Penjajah Asing, karena ada tempat persinggahan.

Mereka, Kelompok Penjajah itu, pasti menjadi lebih siap melancarkan Perang Terbuka ke NKRI. Tapi, siapkah kita menghadapi mereka?! Kalau menurut Gatot Nurmantyo, itu tidak perlu! _"Jangan bikin gara-gara dengan mengulang Mei 1998...",_ katanya. _"Nanti Cina RRC beneran masuk... Kalau itu terjadi, dalam waktu 3 hari Indonesia kalah!"_. Tentulah Gatot lupa, bagaimana Yos Sudarso menghadapi Karel Doorman sendirian sampai maut menjemputnya.

Sekalipun begitu, ada juga yang merasa, bahwa maksud Gatot adalah untuk.melindungi rakyat. Lha, kalau mau melindungi rakyat TNI harus membendung Pasukan Penjajah. Untuk itulah nereka dipersenjatai. Sebab, ada Peristiwa semacam Mei 98 atau tidak, Cina akan tetap masuk, dengan atau tanpa Perang.

Prajurit-prajurit kita memang sudah diperam oleh para Mafia Cina dengan beasiswa untuk menjadi Jenderal... Yang mengabdi bukan untuk Negara, Rakyat dan Bangsa, tapi untuk para pendatang, untuk kehidupan yang mewah, dan kalau sudah pensiun bisa menjadi Calon Presiden. Dalam waktu relatif singkat, semangat dan patriotisme Nusantara sebagaimana dicontohkan oleh Raden Widjaja,  Gadjah Mada, Tjut Nyak Dien, Pattimura, Diponegoro dan Panglima Sudirman rupanya telah sirna. Atau ini hanya suatu fenomena salah urus akibat dari munculnya Pempin-pemimpin Gombal?!

Di jaman sekarang tidak ada prajurit yang sehebat Benny Moerdani. Dia tidak ingin menjadi selain prajurit... dia termasuk yang percaya pada _"soldiers never die"_. Benny menangis ketika mendengar Timor-Timur diserahkan untuk menentukan nasibnya sendiri... Dia tahu rakyat Timor-Timor sama seperti rakyat Indonesia lain, sama seperti rakyat di Bima, asal-usul Bapaknya. Begitu sedihnya sampai terkena stroke... yang ke dua sempat membunuhnya. Timor-Timur juga tidak merdeka... dikuras kekayaannya oleh Australi dan dikuasai Cina RRC!

Memang ini sebuah pilihan rakyat Indonesia yang bisa mudah, bisa pula sulit. Kita mau berperang seperti Bashar Assad yang menghadapi Koalisi Barat, Saudi Arabia, Israel dan milisia-milisia yang menghendaki Kebangkitan Arab, selama 7 (tujuh) tahun terus-menerus dan belum selesai... bahkan dengan Proyek Nuklirnya yang dihancurkan Israel pada 2007, dengan konsekwensi wilayah Afrin dicaplok Turki karena menjadi tempat berlindungnya para Kurdistan yang ingin mendirikan negara sendiri di antara Turki, Iran, Irak dan Suriah... Atau kita biarkan Cina RRC dan Koalisi Barat bersimaharajalela dan menjajah Republik Bumi Nusantara ini... Apakah kita mau berperang habis-habisan mempertahankan sejengkal tanah anak-cucu kita, atau cukup menjadi Indian-Indian di kam-kam reservasi seperti satwa-satwa di Ragunan...

Itu pilihan yang sulit. Ada pilihan yang jauh lebih mudah. Yaitu, dengan rakyat menggelar Sidang Istimewa MPR sekarang, Kembali Ke UUD45 Asli, Mencabut Mandat Joko-Jeka dan Membentuk Pemerintahan Transisi untuk, antara lain, mengusir Cina-cina RRC. Kalau ini terjadi, Dunia Internasional akan mendukung rakyat Indonesia, dan Perang 2019 bisa dihindarkan!

23/3/18
@SBP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar